Keris diakui sebagai produk
kerajinan khas Indonesia yang adiluhung. Masyarakat sangat berminat dan semakin
banyak yang suka untuk mengoleksinya. Sebagai produk kerajinan, keris merupakan
cinderamata yang unik, yang dapat membanggakan bagi siapapun yang menerimanya.
Bahkan ada juga masyarakat yang menganggap keris memiliki nilai ‘sakral dan
magis’. Para peminat keris bukan saja dari kalangan masyarakat kelas menengah
atas di Indonesia, tetapi kolektor kerajinan keris dari luar negeri juga banyak
peminatnya. Di beberapa negara seperti Malaysia dan Brunai Darussalam
permintaan produk keris dari Indonesia terus meningkat setiap tahun.
Sumenep, Madura, Jawa Timur,
merupakan sentra pengrajin keris paling dikenal di Indonesia. Di sini, industri
kerajinan keris dilakukan oleh masyarakat di sana secara turun temurun yang
terkonsentrasi di Desa Aeng Tongtong, Desa Aeng Baja, dan Desa Palongan
Kecamatan Bluto. Ada sekitar 187 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak
347 orang dalam memproduksi keris ini. Pangsa pasar yang produk keris asal
Sumenep banyak dijual ke Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bali, dan juga ke beberapa
negara tetangga lainnya.
Atrawi adalah pemilik usaha ‘Sumber
Pusaka’ yang berada di Jalan Cempaka Aeng Baja Raja, Kecamatan Bluto. Ia
merupakan salah satu pebisnis keris yang cukup dikenal di Madura. Sebagai
pedagang besar yang mensuplay aneka kerajinan keris Madura ke berbagai daerah,
dalam sebulan Atrawi setidaknya dapat mengirimkan pesanan sebanyak 200 buah
keris ke Solo, 300 buah keris ke Yogyakarta, 250 buah keris ke Bali, dan juga
mengirimkan ke beberapa pesanan dari kota lainnya, seperti Surabaya, Semarang,
bahkan Jakarta, dengan harga berkisar Rp1juta hingga Rp50juta per buah.
Keris-keris tersebut merupakan
produk dari 18 orang pengrajin keris yang menjadi mitra Atrawi. Untuk
menjalankan usaha penjualan keris Madura ke berbagai daerah, Atrawi mengakui
harus memerlukan modal yang cukup untuk menjalankannya. Meski usahanya sudah
dijalankan sejak awal tahun 1986, namun ia mengaku baru pertama kali mengajukan
kredit ke bank dua tahun lalu. Saat itu ia mengajukan kredit ke Bank BRI Cabang
Sumenep sebesar Rp115juta dengan agunan rumah dan bangunan miliknya.
Modal tersebut digunakan untuk
membeli keris hasil karya mitra, selanjutnya keris-keris tersebut dijual Atrawi
ke beberapa pedagang besar produk keris dan kerajinan ke berbagai kota, dan
sesekali melayani pesanan dari beberapa kolektor yang berminat. Harga sebuah
keris sangat fluktuatif dan sangat subyektif, tergantung dari minat, bentuk
serta asesoris yang digunakan. “Sekarang keris dicari untuk dijadikan
benda-benda koleksi. Makanya keris yang laku adalah keris yang memiliki bentuk
dan estetika yang tinggi,” ujarnya. Hasil usaha jual beli keris terus
berkembang. Kredit yang diberikan Bank BRI juga dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Untuk
mendukung usaha Atrawi, Bank BRI mengajaknya untuk mengikuti berbagai pameran
di berbagai acara. Diharapkan dalam berbagai pameran yang diikutinya, Atrawi
dapat bertemu dengan para kolektor, dan usahanya lebih dikenal oleh masyarakat.
Atrawi bangga dengan dukungan Bank BRI. Menurutnya, dengan diajak mengikuti
pameran seperti dalam event Inacraf beberapa waktu lalu ia memperoleh pelanggan
dan omzet cukup besar, bahkan pesanan dan permintaan keris juga cukup banyak
dari berbagai daerah di Indonesia. Ia mengungkapkan, jika omzetnya terus
meningkat, dan kebutuhan modal juga kian banyak, ia tidak ragu-ragu untuk
mengajukan kembali pinjaman kredit ke Bank BRI. “BRI memang peduli kepada
pengusaha kecil, seperti saya,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar