Senin, 01 Juni 2020

KERAJINAN KERIS




Keris diakui sebagai produk kerajinan khas Indonesia yang adiluhung. Masyarakat sangat berminat dan semakin banyak yang suka untuk mengoleksinya. Sebagai produk kerajinan, keris merupakan cinderamata yang unik, yang dapat membanggakan bagi siapapun yang menerimanya. Bahkan ada juga masyarakat yang menganggap keris memiliki nilai ‘sakral dan magis’. Para peminat keris bukan saja dari kalangan masyarakat kelas menengah atas di Indonesia, tetapi kolektor kerajinan keris dari luar negeri juga banyak peminatnya. Di beberapa negara seperti Malaysia dan Brunai Darussalam permintaan produk keris dari Indonesia terus meningkat setiap tahun.
Sumenep, Madura, Jawa Timur, merupakan sentra pengrajin keris paling dikenal di Indonesia. Di sini, industri kerajinan keris dilakukan oleh masyarakat di sana secara turun temurun yang terkonsentrasi di Desa Aeng Tongtong, Desa Aeng Baja, dan Desa Palongan Kecamatan Bluto. Ada sekitar 187 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak 347 orang dalam memproduksi keris ini. Pangsa pasar yang produk keris asal Sumenep banyak dijual ke Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bali, dan juga ke beberapa negara tetangga lainnya.
Atrawi adalah pemilik usaha ‘Sumber Pusaka’ yang berada di Jalan Cempaka Aeng Baja Raja, Kecamatan Bluto. Ia merupakan salah satu pebisnis keris yang cukup dikenal di Madura. Sebagai pedagang besar yang mensuplay aneka kerajinan keris Madura ke berbagai daerah, dalam sebulan Atrawi setidaknya dapat mengirimkan pesanan sebanyak 200 buah keris ke Solo, 300 buah keris ke Yogyakarta, 250 buah keris ke Bali, dan juga mengirimkan ke beberapa pesanan dari kota lainnya, seperti Surabaya, Semarang, bahkan Jakarta, dengan harga berkisar Rp1juta hingga Rp50juta per buah.
Keris-keris tersebut merupakan produk dari 18 orang pengrajin keris yang menjadi mitra Atrawi. Untuk menjalankan usaha penjualan keris Madura ke berbagai daerah, Atrawi mengakui harus memerlukan modal yang cukup untuk menjalankannya. Meski usahanya sudah dijalankan sejak awal tahun 1986, namun ia mengaku baru pertama kali mengajukan kredit ke bank dua tahun lalu. Saat itu ia mengajukan kredit ke Bank BRI Cabang Sumenep sebesar Rp115juta dengan agunan rumah dan bangunan miliknya.
Modal tersebut digunakan untuk membeli keris hasil karya mitra, selanjutnya keris-keris tersebut dijual Atrawi ke beberapa pedagang besar produk keris dan kerajinan ke berbagai kota, dan sesekali melayani pesanan dari beberapa kolektor yang berminat. Harga sebuah keris sangat fluktuatif dan sangat subyektif, tergantung dari minat, bentuk serta asesoris yang digunakan. “Sekarang keris dicari untuk dijadikan benda-benda koleksi. Makanya keris yang laku adalah keris yang memiliki bentuk dan estetika yang tinggi,” ujarnya. Hasil usaha jual beli keris terus berkembang. Kredit yang diberikan Bank BRI juga dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Untuk mendukung usaha Atrawi, Bank BRI mengajaknya untuk mengikuti berbagai pameran di berbagai acara. Diharapkan dalam berbagai pameran yang diikutinya, Atrawi dapat bertemu dengan para kolektor, dan usahanya lebih dikenal oleh masyarakat. Atrawi bangga dengan dukungan Bank BRI. Menurutnya, dengan diajak mengikuti pameran seperti dalam event Inacraf beberapa waktu lalu ia memperoleh pelanggan dan omzet cukup besar, bahkan pesanan dan permintaan keris juga cukup banyak dari berbagai daerah di Indonesia. Ia mengungkapkan, jika omzetnya terus meningkat, dan kebutuhan modal juga kian banyak, ia tidak ragu-ragu untuk mengajukan kembali pinjaman kredit ke Bank BRI. “BRI memang peduli kepada pengusaha kecil, seperti saya,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar